Surat untuk Masa Depan.
Hari ini adalah di mana untuk pertama kalinya aku duduk
lama di dalam toilet sembari membuang isi perut dengan banyak hal yang
berkecamuk dalam isi kepala. Hmm, sebenarnya itu bukan hal aneh menurutku,
sering ku lakukan. Tapi kali ini ternyata aku tengah mencurangi diriku sendiri.
Alam bawah sadarku tiba-tiba saja memikirkan beberapa hal
di masa lampau.
Tentang aku semasa sekolah menengah, tentang kegilaanku
di usia remaja, tentang banyaknya hal buruk yang pernah ku lakukan dengan
sadar. Banyak hal.
Kemudian aku buru-buru menuntaskan hajatku di toilet,
lari kembali pada meja kerja kantorku di lantai bawah. Lalu mengetik satu demi
kata, gumpalan benang kalimat yang sedang menari-nari di kepalaku saat ini.
Sepertinya aku sedang dalam fase flashback masa lampau. Iya.
Siapapun kalian di dalamnya, mohon maaf, bukan maksud
ingin mengulik kembali apapun yang pernah kita lalui bersama. Setidaknya, satu
sama lain di antara kita pernah saling berbagi cerita seperti yang sedang ku
lakukan. Untuk saling mengingat, entah. Bisa saja bukan?
Selama ini peranku sebagai siapapun di kehidupan
seseorang tidak pernah berjalan dengan baik.
Aku sadar penuh tentang ini.
Aku sebagai anak dari kedua orang tuaku, bukanlah anak
yang baik.
Aku sebagai saudara dari dua kakak dan dua adikku,
bukanlah saudara yang baik.
Aku sebagai teman dari beberapa temanku, bukanlah teman
yang baik.
Dan aku sebagai pasangan dari pasanganku yang sekarang,
atau mantan pasanganku dulu, bukanlah seorang pasangan dan mantan pasangan yang
baik.
Iya, memang begitu keadaannya.
Jadi, apabila di antara kalian, siapapun itu membaca
tulisanku ini, aku mohon maaf semaaf-maafnya atas apa yang semua pernah ku
lakukan di masa lampau.
Sebenarnya, tulisanku kali ini bisa disebut sebagai surat
terbuka kepada siapapun itu.
Karena aku sadar betul, halaman blog ini ranahnya bukan
lagi pribadi, siapapun bisa membacanya kapanpun dimanapun.
Apakah aku pengecut, tidak berani meminta maaf secara gamblang
kepada yang bersangkutan?
Tidak juga.
Aku sudah pernah meminta maaf kepada siapapun itu. Entah aku
tengah emosi atau tidak.
Dimaafkan atau tidak, aku tidak pernah tau.
Sebenarnya urusan hati dengan manusia bukanlah hal yang
gampang.
Karena aku tidak pernah tau isi hati orang lain, termasuk
hatiku sendiri.
Pernah suatu hari di beberapa tahun belakangan yang lalu
aku merasa sangat ingin memaki diri sendiri karena merasa menyesal atas
perlakuanku kepada salah seorang teman lama.
Dia selalu ada untukku, dulu.
Sial bagiku adalah selalu merasa dia akan selalu ada
untukku.
Sial baginya adalah dia harus menemukan salah seorang
teman yang semaunya bersikap tanpa peduli perasaan dirinya.
Sampai pada suatu hari kami bertengkar karena hal sepele,
ku diamkan dia karena egoku terlalu tinggi jika dibandingkan dengan ukuran
badanku sendiri.
Kami saling diam dalam jangka waktu yang cukup lama,
sampai akhirnya dia menghubungiku dan meminta maaf, untuk terakhir kalinya.
Itu hal buruk yang pernah terjadi di atas egoku.
Apa kabar kamu?
Apakah harimu sudah jauh lebih baik sekarang?
Aku rindu beradu argumen untuk segala hal.
Semoga kita akan berjumpa di lain hari dengan senyum yang
menghiasi wajah kita satu sama lain.
Oh iya, kamu pernah berkata tentang katamu perihal hatimu
yang tidak pernah bisa marah sepenuhnya denganku padahal selalu ku perlakukan
semena-mena.
Katamu, ada banyak kesempatan untuk saling menyenangkan
daripada kesempatan untuk saling lupa.
Ah, sial. Aku rindu kamu seutuhnya.
Mohon maaf atas semua yang pernah kita lalui.
Kalimat manis bernama “teman terbaik” mungkin cocok
untukmu.
Mungkin nanti tulisan ini akan ku baca juga suatu hari nanti di masa depan, semoga kamu sudah lebih dulu membacanya dibanding aku. Dan kita punya alasan yang sama untuk menertawakan tulisan ini karena terlalu menye-menye mungkin buatmu. Tidak apa.
Suatu hari nanti,
Aku akan menemuimu dalam rindu yang sangat.
Kemudian kita akan saling bertukar cerita satu sama lain.
Banyak hal yang belum kita bagi selama dua tahun ini.
Mungkin kamu akan bertanya apa kabar mantan pacarku yang
satu itu?
Yang pernah kamu maki-maki ketika kami berpisah.
Yaa, alasanmu menanyai dia di tiap waktu hanya satu, kamu
pernah dibuat cemburu olehnya.
Cemburu dengan pacar dari temanmu sendiri adalah hal yang
susah bukan?
Terima kasih sudah pernah memilih tinggal denganku dalam
jangka waktu tidak sebentar.
Terima kasih sudah pernah jadi pendengar segala keluh
kesah.
Aku tidak pernah tau, suatu saat kita akan jadi sejauh
ini.
Komentar
Posting Komentar