Huru-Hara Sebuah Kata.


Di antara kita semua pasti saja pernah tanpa sengaja berbasa-basi dan ternyata itu jadi boomerang untuk orang lain, bisa jadi untuk diri kita sendiri. Atau mungkin dengan sadar dan sengaja mengutarakan pertanyaan dan pernyataan yang kesannya sangat membekas di ingatan lawan bicara.
Coba sekali lagi kita ingat-ingat.

Sebenarnya bisa dikatakan tidak ada satu orang pun yang senang dengan kata-kata menyakitkan. Tolong diingat yaa, maksud saya di kalimat ini adalah, kata-kata sepele menurut kita belum tentu sama sepelenya menurut orang lain. Begitu.
Menurut saya pribadi tidak akan ada asap tanpa ada api.
Tanpa adanya salah kata yang kita lontarkan, mustahil orang lain jadi menjaga sikapnya terhadap kita, si lawan bicara.

Tulisan saya kali ini bukan salah satu curhatan yang ingin saya tujukan secara personal kepada siapapun yang mengenal saya dan diam-diam akan membaca ini, sama sekali bukan.
Saya hanya ingin membuat satu pengingat untuk diri saya sendiri, ataupun buat kalian yang suatu hari akan membacanya juga. Toh, kita ini pasti akan seringkali menemui kekhilafan dalam setiap hal.

Pada suatu hari akhir-akhir ini, saya bertemu orang yang baru pertama kali saya temui.
Tapi dia sudah kenal lama dengan pacar saya. Jelas hubungan mereka jauh terjalin sebelum adanya saya dalam kehidupan pribadi Mas Galih.
Saya adalah pribadi yang sangat tau bagaimana harus bersikap manis kepada orang baru. Kecuali orang tersebut sedari awal sudah mengusik dan membuat saya tidak nyaman.
Singkat cerita di awal perkenalan saya dengan seseorang sebut saja A, orang ini sangat ramah. Saya disuguhi makanan dan minuman, karena kami bertamu ke rumahnya.
Di tengah perbincangan, dia bertanya tepat di depan muka saya,
“Mba sebelumnya kita pernah bertemu belum yaa? Kok kayaknya saya baru kali ini lihat Mbanya? Ini beda sama Mba yang dulu yaa, Mas Galih?”

Krik krik krik.

Jujur saya kaget ketika orang baru bernyali besar menanyakan hal tersebut di depan saya.
Tapi saya stay calm, menjawab pertanyaan yang bersangkutan dengan nada tetap ramah.
Saya melirik ke seisi ruangan, semua orang di situ semuanya salah tingkah, termasuk pacar saya.
Bagaimana dengan saya? Ah, saya biasa saja.
Sebenarnya jika pertanyaan itu saya dengar lebih awal dari sekarang mungkin saya sedikit sebal dan berujung ngambek sama pacar saya yang sangat sabar menghadapi amarah saya.
Jujur, di awal masa pendekatan kami seringkali saya merasa terusik dengan beberapa orang yang dulu suka menggodai pacar saya dengan seputar masalah mantannya. Berujung dengan saya ngambek.
Sebenarnya saya bukan ngambek atau marah sama pacar saya sih.
Tidak, saya tidak cemburu juga.
Saya hanya merasa sebal semacam tidak dihargai oleh orang-orang itu.
Terkesan konyol mungkin, karena saya juga mengenal mantannya dari pacar saya sekarang.
Awalnya saya selalu merasa benci dengan hal-hal masa lalu yang selalu saja orang lain sangkut pautkan dengan kami di hadapan saya tentunya. Kemudian disusul dengan gerakan tutup mulut pada pacar. Dia ikut senewen karena saya diamkan.
Lama kelamaan saya berpikir banyak. Kenapa harus ngambek sama pacar saya yang notabene bukan pihak memulai obrolan basa-basi busuk itu?
Kemudian saya merasa malu terhadap diri sendiri yang gampang meradang terhadap hal-hal sepele. Yang harusnya tidak usah saya gubris. Cocotnya orang-orang memang tidak bisa kita kontrol.
Tapi kita bisa memilih cocot itu mau kita pikirkan atau tidak.
Mau kita jadikan masalah atau tidak. Seperti yang dulu sering pacar saya katakan.
Andai saja saya masih tidak bisa berpikiran normal, mungkin sampai sekarang saya gampang spaneng karenanya.

Yaa bagaimana yaa, memang mungkin beberapa orang yang mengenal pacar saya juga mantannya mungkin memang penasaran akan kabar yang bersangkutan, tapi cara mereka untuk melontarkan pertanyaan juga pernyataan sangatlah buruk.
Mungkin mereka tidak mengerti apa itu situasi dan kondisi.
Maybe.
Apakah saya dendam? NO.
Saya memilih untuk melupakan semua cocot orang lain yang tidak begitu saya kenal, dan mulai menjaga jarak. Lebih tepatnya saya memilih untuk tidak terlalu banyak mengobrol dengan yang bersangkutan daripada harus disikut-sikut.

Mungkin budaya kita tentang berbasa-basi dengan pertanyaan-pertanyaan nyelekit itu sudah sangat mendarah daging.
Tentang pertanyaan “kapan lulus?” “kapan kerja?” “kapan nikah?” “ kapan punya momongan?” “kapan nambah anak?” “oh udah putus yaa sama si anu?” “mana si anu? Kok udah gak bareng?”  itu sepertinya sangat lumrah ditanyakan ke orang lain yang jadi lawan bicara kita tanpa menyadari perasaannya.
Tolong, kita kurang-kurangi cara berbasa-basi seperti ini yaa.
Ini sangat mengganggu hubungan antar manusia lho.
Karena kita tidak pernah sadar perasaan orang lain saat kita tanyakan pertanyaan semacam ini.
Pertanyaan dan pernyataan nyelekit yang dilontarkan oleh orang terdekat saja rasanya sangat mengganggu, apalagi dari orang yang baru kenal. Niatnya mungkin basa-basi, tapi malah membuat perasaan orang lain tidak karuan.

Saya juga pernah ditanyai oleh seorang teman tentang mantan pacar saya saat kami sedang berkumpul, posisinya pacar saya juga ada waktu itu.
Entah dia mendengar pertanyaan itu atau tidak, yang jelas teman saya langsung saya ajak ngobrol berdua, mengingatkannya untuk tidak membahas mantan pacar saya untuk saat itu dan kapanpun.
Kenapa? Saya ingin menjaga perasaan pasangan saya.
Apakah itu berlebihan menurutmu?
Saya tidak bisa menebak pertanyaan apa yang akan dilontarkan orang lain, tapi saya bisa mengontrol mereka untuk bersikap lebih sopan.
Itu saja.
Mungkin karena merasa saling mengenal satu sama lain, (mengenal saya, mantan pacar saya, atau mengenal pacar saya dan mantannya pacar saya) membuat orang lain merasa wajar saja membahas hal-hal demikian. Iya, saya sangat paham tentang hal tersebut. Tapi ada saatnya juga kita harus lebih bijak dalam berucap. Bukankah begitu?

Tidak ada satupun masa lalu yang ingin saya ubah atau saya hapus.
Biar semuanya menjadi cerita pada masanya. Toh sekarang semua orang yang terkait sudah saling memiliki kisah hidup masing-masing.
Tapi yang lucu itu tetap saja sikap orang lain, yang bukan kapasitasnya untuk mengenang.
Suka-sukanya membuka cerita lama agar kenangan kembali menganga.
Apakah saya insecure? Hahaha tidak.
Saya hanya tidak ingin adanya salah paham di antara semua keisengan yang orang lain ciptakan, itu saja ☺️

Komentar

Postingan Populer