Seorang Teman Lama.

Namanya Adit.
Kami kenal dengan cara yang sangat lucu.
Dia adalah sepupu dari seseorang yang pernah dekat denganku dulu.
Setelah aku ditinggalkan begitu saja oleh sepupunya, Adit jadi teman curhatku yang paling setia.
Jujur saja, kami tidak pernah saling memodusi saat itu.
Pertemanan kami berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya.
Banyak hal yang kami lalui berdua.
Bercerita tentang kesibukan masing-masing, curhat masalah pribadi, bepergian ke tempat-tempat baru yang kami berdua sama-sama tidak tertarik sebenarnya.
Tempat paling aneh yang pernah kutemui dengan Adit adalah salah satu refrensi teman kantornya, di antara gang sempit Surabaya, ada rumah orang pintar yang kami datangi karena Adit kehilangan macbook di mobilnya.
Adit putus asa setelah mencoba segala cara untuk mengetahui seluk beluk kronologi hilangnya macbook di dalam mobil ketika dia parkir saat membeli kopi di rest area tol. Mulai dari mencari bukti cctv, menanyai saksi-saksi, lapor polisi, sampai akhirnya ke rumah dukun. 😂
Sebenarnya yang paling penting dari macbook itu adalah file semua garapan kantor yang dia kerjakan, kata Adit.
Jika kuingat-ingat, itu adalah hal konyol yang pernah kami lewati.
Oh, kami juga pernah siang-siang berdua naik motor ke daerah Kurau, itu adalah salah satu nama desa di Banjarmasin, hanya untuk mencari belut di salah satu sawah warga sekitar. Adit sebal ketika hampir seharian kurengeki tentang aku ingin makan belut goreng plus sambal bawang. 😂😂😂

Pekerjaan Adit mengharuskannya bepergian ke beberapa kota di berbagai pulau dalam waktu singkat.
Dia senang membagi ceritanya tentang tempat baru yang dia kunjungi.
Aku banyak tau nama daerah dengan pantai eksotis dari Adit, salah satunya Morotai.
Tidak lupa Adit selalu menyelipkan kalimat, "kamu harus mencobanya untuk datang ke tempat ini, sangat menarik. kamu pasti suka."
Adit juga sangat menyukai pantai. Bedanya, dia selalu akan menceburkan diri ke laut.
Entah snorkling atau sekedar berenang saja.
Dia mengatakan aku payah ketika aku menolak ajakannya berenang di suatu sore saat kami berada di Gili Air. Kami pergi berempat, dengan 2 orang teman perempuannya dari Banda Neira.
Mereka berenang sedangkan aku cuma duduk santai di pinggir pantai, seperti biasa.

Ulang tahunku yang ke-dua-puluh-tiga kalau tidak salah, Adit menghadiahiku harmonika murahan yang suaranya jelek dan pensil warna. Dia sendiri yang bilang kalau harmonika kadoku itu jelek, suaranya aneh. Padahal aku tidak sama sekali berminat dengan alat musik malah dibelikan harmonika kunci G. Errrrrrrrr...
Cara pakainya agak susah. Aku kewalahan belajar otodidak.
Kata Adit saat itu, anggap saja itu kenang-kenangan pasca putusku di akhir tahun sebelum Januari 2015.
Iya, Adit memang menyebalkan.

Sebenarnya ada banyaaaaaaaak sekali cerita manis yang Adit bagi padaku.
Apa aku memiliki perasaan untuknya?
Aku rasa tidak, dari awal kami berteman aku sangat menegur keras diriku agar tidak baper.
Kami sangat berbeda dalam sekali pandangan. Sangat riskan jika harus terikat dalam hubungan lebih dari sekedar teman.
Tapi Adit pernah mengajakku menikah, beberapa bulan setelah dia menghadiahiku kado-kado aneh.
Entah apa yang ada di isi kepalanya saat itu.
Aku sempat mendiamkannya beberapa hari.
Kemudian kami bertemu lagi dalam keadaan yang canggung.
Tapi dia kembali menanyakan apakah bersedia untuk menikahinya?
Aku meringis, bukan itu yang aku mau.
Memang benar kalau kami sangat dekat, anak Adit juga sangat dekat denganku, Adit mengasuh anak dari mantan istrinya, dia menikahi seorang perempuan yang dia pacari sekian tahun dan akhirnya perempuan itu hamil, bukan anak Adit. Tapi Adit bersedia menikahi perempuan itu, sebulan setelah melahirkan dia pergi meninggalkan seorang bayi yang tidak tau apa-apa. Adit mengasuh anak itu hingga besar. Dia sangat menyayangi anaknya tanpa syarat apapun.
Aku tidak yakin apa aku bisa menggantikan peran Ibu buat anak tersebut, sekalipun aku sayang dengannya. Dan juga, Adit adalah nasrani taat yang sangat rajin beribadah. Berbeda denganku yang begini, terlebih keluargaku sangatlah menjunjung tinggi prinsip tentang "jangan menikah dengan orang yang berbeda keyakinan".
Aku menolak Adit saat itu, dengan syarat kami harus tetap berteman seperti biasa.
Kurasa Adit cukup mengerti maksud dari penolakanku saat dia dua kali menanyaiku hal yang sama.

Adit menemaniku di banyak waktu kritis, waktu di mana Abahku meninggal, aku patah hati dan galau berkepanjangan, aku yang lari dari rumah, aku yang membuat masalah di rumah.
Adit tidak pernah memotong pembicaraanku sekalipun dia sangat ingin.
Oh iya, Adit bersedia membagikan kulit ayam tepungnya untukku tiap kali kami makan di Olive Fried Chicken lho. 😁

Tahun 2015 hingga 2016 adalah masa beratku pasca putus.
Berat badanku habis banyak. Galauku tidak karu-karuan rasanya.
Aku pernah bertanya pada Adit,
"Dit, pertanda seseorang sudah move on itu yang bagaimana menurutmu, ha?"
Adit terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab,
"Move on itu mungkin begini, kamu melihat fotonya di linimasa, mendengar namanya disebut oleh orang lain, atau berpapasan langsung dengannya, kamu tidak bereaksi yang mampu membuatmu panas dingin lagi, begitu mungkin. Eh, bukankah kamu gampang panas dingin kalo lagi merasa tidak nyaman?"

Aku terdiam.
Adit benar.

Sekarang rasanya aku sadar betul, aku belum bisa move on dari Adit yang sudah bahagia di sana.
Sesekali aku rindu sekali mengejekinya yang gampang masuk angin jika bepergian tanpa jaket.
Kami berteman lama, dan selama itu juga jarang sekali berfoto berdua.
Bisa dikatakan hampir tidak pernah.
Aku dan Adit kalau bertemu jarang saling memegang handphone masing-masing, kami sibuk membicarakan banyak hal tidak penting.
Aku sampai sekarang masih panas dingin kalau mendengar namanya disebut oleh orang lain.
Perasaan ini bukan cinta, mungkin lebih tepatnya adalah perasaan kehilangan yang belum bisa kuterima secara penuh.
Tentang Adit sudah pernah kutulis sebelum ini, di sini.
Perihal move on, aku tenyata belum khatam.

Komentar

Postingan Populer